BLOGGER TEMPLATES AND IMVU Layouts »

Rabu, 04 Januari 2012

askep asma

I. KONSEP DASAR PENYAKIT
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan bronkhus terhadap berbagai rangsangan dengan adanya penyempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan( Muttaqin,2008)
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronchial yang mempunyai cirri bronkospasme periodic (kontraksi spasme pada saluran nafas) terutama pada percabangan trakeaobronkial,endokrin,infeksi,otonomik dan psikologi(Somantri,2009)
Asma adalah proses peradangan di saluran nafas yang mengakibatkan peningkatan responsive dari saluran nafas terhadap berbagai stimulasi yang dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas yang menyeluruh dengan gejala khas sesak nafas yang reversible(Muttaqin,2008)
Klasifikasi Asma
a.      Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
 Merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu binatang,debu,ketombe, tepung sari, makanan dan lain-lain. Alergen terbanyak adalah airborne dan musiman(seasonal). Klien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat penyakit keluarga dan riwayat pengobatan eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan serangan asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak-kanak.

b.      Idiopatik atau Non alergik / Intrinsik
Tidak berhubungan secara langsung dengan allergen spesifik. Factor-faktor seperti common cold, infeksi saluran nafas atas, aktivitas, emosi/stress, dan populasi lingkungan akan mencetuskan seranagn. Beberapa agen farmakologi, seperti agonis β-adrenergik dan bahan sulfat (penyedap makanan) juga dapat menjadi factor  penyebab. Serangan dari asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering kali dengan berjalannya waktu dapat berkembangn menjadi bronchitis an emfisema. Pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi asma campuran. Bentuk asma ini biasanya dimulai ketika dewasa(>35 tahun).
c.       Asma Campuran (Mixed  Asma)
Merupakan bentuk asma yang paling sering. Dikarakteristikkan dengan bentuk kedua jenis asma alergi dan idiopatik atau nonalergi.(Somantri,2008)

B.Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.

1. Faktor predisposisi
 a. Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui  bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.

2. Faktor presipitasi
a.  Alergen
         Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.

3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
·         Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.

·         Stress.
            Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

·         Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

·         Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
C.Patofisiologi
Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam  lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E (IgE). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akan menyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema  mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yang sangat lanjut(Tambayong,2000)

















E.  Manifestasi Klinik
Gejala asma terdiri atas, yaitu takipnea, dispnea, batuk, dan mengi. Gejala yang di sebutkan terakhir sering di anggap sebagai gejala yang harus ada, dan data lainnya seperti terlihat pada pemeriksaan fisik(Irman,2009)
Karena asma merupakan suatau penyakit yang di tandai dengan penyempitan jalan nafas yang
reversible , maka gambaran klinis dari asma memperlihatkan variabilitasyang besar baik di antara penderita asma dan secara individual di sepanjang waktu . masalah utamanya adalah kepekaan selaput lender bronchial dan hiperaktif otot bronchial . rangkaian pengaruh dari edema selaput lender bronchial, peningkatan produksi mucus (dahak).menimbulkan penyempitan jalan nafas dan menyebabkan empat gejala asma yang utama  yakni : kelelahan, batuk, mengi , pernafasan pendek , dan rasa sesak di dada(Antony,1997)

F. Pemeriksaan diagnostik
Pengukuran Fungsi Paru ( Spirometri)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk mengukur secara objektif faal paru. Bertujuan mengukur volume paru secara static dan dinamik serta untuk mengetahui gangguan pada faal paru.
 Tes Provokasi Bronkhus
Tes provokasi bronchus, untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronchus( histamine, metakolin, allergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata)
Pemeriksaan Kulit
Untuk menunjukkan adanya antibody IgE hipersensitif yang spesifik dalam tubuh.
Pemeriksaan Laboratoium
1.      Analisa Gas Darah (AGD/ astrup)
Hanya dilakukan pada serangan asma berat karena terdapat hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis respiratorik. Pada pasien asma terdapat hasil abnormal sebagai berikut:
° Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
° Kadang-kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
° Hiponatremia dan kadar leukosit di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.
° Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
2.      Sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan sebagai berikut:
° Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.
° Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
° Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.
° Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
3.      Sel Eosinofil
Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm³ baik asma intrisik ataupun ekstrisik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara
100-200/mm³.
4.      Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm³ terjadi karena adanya infeksi. SGOT dan SPGT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau hiperkapnea.
Pemeriksaan Radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma brokhial biasanya normal, tetapi prosedur ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, dan atelektasis. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
° Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
° Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin bertambah.
° Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
° Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
° Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru(Medicafarma,2008)
G.Komplikasi
1)      Pneumothoraks
adalah suatu keadaan terdapatnya udaraatau gas di dalam rongga pleura, yang terjadi secara spontan atau sebagai akibat trauma.
2)      Emfisema
adalah suatu keadaan abnormal pada anatomi paru dengan adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkhiolus terminal yang disertai dengan kerusakn dinding alveoli.
3)      Atelektasis
adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan adanya proses penyakit parenkim yang disebabkan oleh obstruksi bronkhus.
4)      Gagal nafas
adalah ketika pertukaran gas antara oksigen dengan karbon dioksida di paru tidak dapat mengimbangi laju konsumsi oksigen dan produksi karbon dioksida pada sel tubuh. Kondisi ini mengakibatkan tekanan oksigen arterial kurang dari 50mmHg (hipoksemia) dan tekanan karbon dioksida arterial meningkat lebih dari 45mmHg(hiperkapnea)
5)      Brokitis
adalah peradangan dari satu atau lebih bronkus yang dapat disebabkan oleh karena terkena dingin,penghirupan bahan-bahan iritan dan oleh karena infeksi akut.
6)      Status Asmatikus                                                                                               
adalah bentuk hebat dari asma akut dimana obstruksi jalan nafas tahan terhadap terapi obat konvensional dan berakhir lebih dari 24 jam.
7)      Disritmia                                                                                                   
adalah gangguan pada frekuensi jantung regular atau irama yang disebabakan oleh perubahan pada konduksi elektrik atau otomatisasi(Rab,1996)
H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan
Pengobatan nonfarmakologi
a)      Penyuluhan
Penyuluhan ini ditunjukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b)      Menghindari factor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus seranagn asma yang ada pada lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi factor pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c)      Fisioterapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini dapat dilakukan dengan postural drainase, perkusi dan fibrasi dada.
Pengobatan Farmakologi
a)      Agonis beta
Metaproterenol(alupent,metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat cepat, diberikan sebanyak 3-4x semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalah 10 menit
b)       Metilxantin
Dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4x sehari. Golongan metilxantin adalh aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberika hasil yang memuaskan.
c)      Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4x semprot tiap hari.
Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d)     Kromoloin dan Iprutropioum bromide (atroven)
Kromolin merupakan obat pencegah asma khususnya untuk anak-anak. Dosis Iprutropioum bromide diberikan 1-2 kapsul 4x sehari(Kee dan Hayes,1994)
e)      Bronkodilator
Tidak digunakan bronkodilator oral, tetapi dipakai secra inhalsi atau parenteral. Jika sebelumnya telah digunakan obat golongan simpatomimetik, maka sebaiknya diberikan Aminophilin secara parenteral, sebab makaisme yang berlain, demikian pula sebaliknya, bila sebelumnya telah digunakan obat golongan teofilin oral, maka sebainya diberikan obat golongan simpatomimetik.
            Obat-obat brokodilator golongan simpatomimetik bentuk selektif terhadap adrenoreseptor ( Orsiprendlin, Salbutamol, Terbutalin, Ispenturin, Fenoterol) mempunyai sifat lebih efektif dan masa kerja lebih lama serta efek samping kecil dibandingkan dengan bentuk non- selektif (Adrenalin, Efedrin, Isoprendlin).
·         Obat-obat bronkodilator serta aerosol bekerja lebih cepat dan efek samping sistemiknya lebih kecil. Baik digunakan untuk sesak nafas berat pada anak-anak dan dewaa. Mula-mula diberikan dua sedotan dari Metered Aerosol Defire ( Afulpen Metered Aerosol). Jika menunjukkan perbaikan dapat diulang setiap empat jam , jika tidak ada perbaikan dalam 10-15 menit setelah pengobatan, maka berikan Aminophilin intervena.
·         Obat-obat Brokodilator simpatomimetik memberikan efek samping takikardi, penggunaan parenteral pada orang tua harus hati-hati, berbahaya pada penyakit hipertensi, kardiovaskular, dan serebrovaskular. Pada dewasa dicoba dengan 0,3 ml larutan epinefrin 1:1000 secara subkutan. Pada anak-anak 0,01 mg/KgBB subkutan (1 mg per mil) dapat diulang setiap 30 menit untuk 2-3 kali sesuai kebutuhan.
·         Pemberian AMinophilin secrar intravena dengan dosis awal 5-6mg/KgBB dewasa/anak-anak, disuntikan perlahan dalam 5-10 menit, untuk dosis penunjang dapat diberikan sebanayk 0,9mg/KgBB/jam secara intravena. Efek sampingnya tekanan darah menurun bila tidak dilakukan secara perlahan.(Muttaqin,2008)


         
II. Konsep Keperawatan
Pengkajian Keperawatan
Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin perlu dilakukan pada klien dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat mungkin terdapat status atopic. Serangan pada usia dewasa dimungkinkan adanya factor non-atopik. Tempat tinggal yang menggambarkan kondisi tempat klien berada. Berdasarkan tempat alamat tersebut, dapat diketahui pula factor yang memungkinkan menjadi pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan factor pencetus serangan asma. Pekerjaan serta suku bangsa juga dapat dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan bahan allergen. Hal ini yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan dan diagnosis medis.
            Keluhan utama meliputi sesak nafas, bernafas terasa berat pada dada, adanya keluhan sulit untuk bernafas.
Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak nafas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti wheezing, pengugunaan otot bantu pernafasan, kelelahan,gangguan kesadaran, sianosis dan perubahan tekanan darah.
            Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batul-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadium kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas , berusah untuk nafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi(wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit mulai membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hampir tidak terdengarnya suara nafas karean aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama nafas meningkat karena asfiksia.
            Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang bias diminum klien dan memeriksa kemvali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.

Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya ineksi saluran pernafasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu  dan alergen-alergen yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang dilakukan untuk meringkan gejala asma.
Riwayat Penyakit Keluarga
Pada klien dengan serangan asma perlu dikaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi yang lain pad anggota keluarga karena hipersensitivitas pada penyakit asma ini lebih ditentukan oleh factor genetic dan lingkungan.
Pengkajian Psiko-Sosio-Kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatakan pada klien dengan asma bronchial. Status ekonomi berdampak pada asuransi kesehatan dan perubahan mekanisme peran dalam keluarga. Gangguan emosional sering dipandang sebagai salah satu pencetus bagi serangan asma baik gangguan itu berasal dari rumah tangga, lingkungan sekitar, sampai lingkungan kerja. Seorang dengan beban hidup yang berat lebih berpotensial mengalami serangan asma. Berada dalam keadaan yatim piatu, mengalami ketidak harmonisan hubungan dengan orang lain, sampai menghalangi ketakutan tidak dapat menjalani peranan seperti semula.
Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Gejala asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga klien dengan asma harus mengubah gaya hidunya sesuai kondisi yang tidak akan menimbulkan serangan asma.
Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupan secara normal. Klien perlu menyesuaikan diri kondisinya dengan hubungan dan peran klien, baik di lingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan kerja serta perubahan peran yang terjadi setealh klien mengalami serangan asma.
Pola Persepsi dan konsep Diri
Perlu dikaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya. Persepsi yang salah dapat menhambat respons kooperatif pada diri klien. Cara memandang diri salah juga akan menjadi stressor dalm kehidupan klien. Semakin banyak stressor yang ada pada kehidupan klien dengan asma dapat meningkatkan kemungkinan serangan asma berulang.

Pola Penanggulangan Stress
Stress dan ketegangan emosional merupakan factor intrinsic pencetus serangan asma. Oleh karena itu perlu dikaji penyebab terjadinya stress. Frekuensi dan pengaruh stress terhadap kehidupan klien serat cara penangulangan terhadap stressor.
Pola Sensorik dan Kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan memengaruhi konsep diri klien dan akhirnya memengaruhi jumlah stressor yang dialami klien sehingga kemungkaian terjadi seranagn asma berulang pun akan semakin tinggi.
Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Kedekatan klien pada sesuatu yang diyakininya didunia dipercaya dapat meningkatakan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekati diri kepada –Nya merupakan metode penanggulangan sters yang konstruktif.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Perawat juga perlu mengkaji tentang kesadarn klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan yang meningkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat klien.
B1 (Breathing)
Inspeksi
Pada klien asma terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan, serta penggunaan otot bantu pernafasan. Inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernafasan dan frekuensi pernafsan.
Palpasi
Pada palpasi biasanya kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menjadi datar dan rendah.
                    
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler yang meningkatkan disertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
 B2 (Blood)
Perawat perlu memonotori dampak asma pada status kardiovaskuler meliputi keadaan hemodinamik seperti nadi,tekanan darah, dan CRT.
B3(Brain)
Pada saat inspeksi,tingkat kesadarn perlu dikaji. Di samping itu, diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran klien apakah compos mentis,somnolen, atau koma.
B4(Bladder)
Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonotor ada tidaknya oligouria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
B5(Bowel)
Dikaji adanya edema ekstremitas, tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pengkaji tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya. Pada klien dengan sesak nafas,sangat potensial terjadi kekurangan pemenuhan kebutuhan nutrisi,hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju metabolisme, serta kecemasan yang dialami klien.
B6(Bone)
Dikaji adanya edema ekstremitas,tremor dan tanda-tanda infeksi pada ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen perlu dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,kelembapan,mengelupas atau bersisik, pendarahan, pruritus,eksim,dan adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, dikaji warna rambut, kelembapan, dan kusam. Perlu dikaji pula tentang bagaimana tidur dan istirahat klien yang meliputi berapa lama(Muttaqin,2008)




Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1:
·         Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkhokonstriksi,  bronkhospasme ditandai dengan sekresi mucus yang kental, adanya wheezing,RR meningkat (lebih dari 22x/mnt), HR meningkat (lebih dari 100x/mnt), napas dangkal dan cepat, menggunakan otot bantu napas.
Tujuan :
·         Bersihan jalan napas kembali efektif setelah di lakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam
Kriteria Hasil:
§  Klien dapat mendemonstrasikan batuk efektif
§  Tidak ada suara nafas tambahan dan wheezing
§  Pernapasan klien normal ( 16 -20 x /menit) tanpa adanya pengguanaan otot bantu napas.
§  Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
Intervensi:
·         Mandiri :
1.)    Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi fowler)
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi paru.
2.)    Kaji Warna, kekentalan dan jumlah sputum
Rasional : karekteristik sputum dapat menunjukkan  barat ringannya obstruksi.
3.)    Atur posisi semifowler
Rasional : posisi semi fowler meningkatkan ekspansi paru.
4.)    Ajarkan cara batuk efektif dan terkontrol
Rasional : batuk yang terkontrol dan efektif  dapat memudahkan pengeluaran secret yang melekat dijalan napas.
5.)    Bantu klien latihan napas dalam.
Rasional : ventilasi maksimal membuka lumen jalan nafas dan meningkatkan gerakan secret kedalam jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
6.)    Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali tidak diindikasikan
Rasional : Hidrasi yang adekuat membantu mengencerkan secret dan mengefektifkan pembersihan jalan nafas.
7.)    Lakukan fisioterapi dada dengan teknik postural dranase, perkusi,fibrasi dada.
Rasional : fisioterapi  dada merupakan strategi untuk mengeluarkan secret.
·         Kolaborasi :
1.)    Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area broncus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
2.)    Kolaborasi dengan dokter pemberian obat agen mukolitik dan ekspektoran
Rasional : agen mukolitik menurunkan kekentalan dan perlengketan secret paru untuk memudahkan pembersihan. Agen ekspektoran akan memudahkan secret lepas dari perlengketan jalan napas .
3.)    Kolaborasi dengan dokter pemberian obat kortikostiroid.
Rasional : kortikosteroid berguna pada keterlibatan luas dengan hipoksemia dan menurunkan reaksi inflamasi akibat edema mukosa dan dinding bronkus.
Diagnosa 2
·         Pola  napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energy/kelelahan di tandai dengan sesak napas, takipnea, orthopnea, tarikan interkostal/penggunaan otot napas tambahan untuk bernapas, napas pendek, napas pursed-lip.
Tujuan:
·         Pola nafas kembali efektif setelah di lakukan tindakan keperawatan selama … x 24
Kriteri Hasil :
·         pernapasan klien normal (16-20x/menit) tanpa adanya penggunaan otot bantu napas.
·         Tidak terdapat suara nafas tambahan atau wheezing.
·         Status tanda vital dalam batas normal.
- nadi 60 - 100x /menit
- RR 16-20 x/mnt
·         Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi pernapasan.

Intervensi:
Mandiri :
1.)    Posisikan pasien untuk mengoptimalkan pernapasan ( posisi semi fowler)
Rasional : posisi semi fowler dapat memberikan kesempatan pada proses ekspirasi paru.
2.)    Pantau kecepatan, irama, kedalaman pernapasan dan usaha respirasi.
Rasional : Memantau pola pernafasan  harus dilakukan terutama  pada klien dengan gangguan pernafasan .
3.)    Perhatikan pergerakan dada , amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu napas, serta retraksi otot supraklavikular dan interkostal.
Rasional : melakukan pemeriksaan fisik pada paru dapat mengetahui kelainan yang terjadi pada klien .
4.)    Auskultasi bunyi napas, perhatikan area penurunan / tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi napas tambahan.
Rasional : Adanya bunyi napas tambahan mengidentifikasikan  adanya  gangguan pada pernapasan.
5.)    Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan tersengal-sengal.
Rasional : Ansietas dapat memicu pola pernapasan seseorang.
6.)    Anjurkan napas dalam melalui abdomen selama periode distress pernapasan
Rasional : Teknik distraksi dapat merileksasikan otot –otot pernapasan.
Kolaborasi :
1)      Kolaborasi dengan dokter pemberian bronkodilator.
Rasional : pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju area bronkus yang mengalami spasme sehingga  lebih cepat berdilatasi.
Diagnosa 3
·         Pertukaran gas berhubungan dengan kelelahan otot respiratory ditandai dengan dispnea, peningkatanPCO2, peningkatan penggunaan otot bantu napas
Tujuan :
·         Pertukaran gas kembali efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x24 jam.
Kriteria Hasil :
·         Klien dapat mendemonstrasikan teknik relaksasi dalam pernapasan.
·         Frekuensi napas 16-20 x /menit dan tidak sesak napas
·         Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
·         Kulit tidak pucat ( PaO2 kurang dari 50 mm Hg.PaCO2 lebih dari 50 mm Hg dan PH 7,35-7,40 )
·         Saturasi  oksigen dalam darah lebih dari 90%

Intervensi:
1.)    Pantau status pernapasan tiap 4 jam,hasil GDA,intake dan output.
Rasional : untuk mengindenfikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien.
2.)    Tempatkan klien  pada posisi semi fowler
Rasional: posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3.)    Berikan pengobatan  yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda-tanda toksisitas.
Rasional : pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronchus seperti kondisi sebelumnya.
4.)    Tingkatkan aktifitas secara bertahap, jelaskan bahwa fungsi pernapasan akan meningkat dengan aktivitas.
Rasional : Mengoptimalkan fungsi paru sesuai dengan kemampuan aktivitas individu.
Kolaborasi:
1.)    Berikan terapi intravem sesuai anjuran (kolaborasi dengan dokter)
Rasional : Untuk memungkinkan dehidrasi yang cepat  dan tepat mengikuti keadaan vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.
2.)    Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2.
Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernafasan.
Diagnosa 4:
·         Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai oksigen ditandai dengan kelelahan, dispnea, sianosis
Tujuan :
·         Dalam waktu …x24 jam setelah diberikan intervensi klien dapat melakukan aktivitas sesuai kebutuhan .
Kriteria hasil :
·         Klien dapat beraktivitas sesuai kebutuhannya
·         Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) dan tidak sesak napas
·         Frekuensi nadi 60-120 x /menit.
·         Klien dapat mendemonstrasikan teknik distraksi yang diajarkan

Intervensi:
a.)    Jelaskan aktivitas dan factor ysng dapat meningkatkan kebutuhan oksigen
Rasional : merokok ,suhu ekstrem dan stress menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan meningkatkan beban jantung .
b.)    Ajarkan progam relaksasi
Rasional : mempertahankan, memperbaiki  pola nafas teratur .
c.)    Buat jadwal aktivitas harian ,tingkatkan secara bertahap.
Rasional : mepertahankan pernapasan lambat dengan tetap memperhatikan latihan fisik memungkinkan peningkatan kemampuan otot bantu pernapasan
d.)   Ajarkan teknik napas efektif.
Rasional : meningkatkan  oksigenasi tanpa mengorbankan banyak energi .
e.)    Pertahan kan terapi oksigen tambahan .
Rasional : mempertahankan, memperbaiki dan meningkatkan konsentrasi oksigen darah.
f.)     Kaji respon abnormal setelah aktivitas.
Rasional : respon abnormal meliputi nadi , tekanan darah , dan pernafasan yang meningkat .
g.)    Beri waktu istirahat yang cukup.
Rasional :  meningkatkan daya tahan klien, mencegah kelelahan .
Kolaborasi :
a)      Kolaborasikan dengan fisioterapi untuk melakukan latihan /aktivitas harian sesuai jadwal.
Rasional: latihan/aktivitas harian memungkinkan kemampuan otot bantu nafas
(Doengoes,2000)







Daftar Pustaka
Somantri, Irman.2009. Asuhan Keperwatan Pada Klien Gangguan Sistem Pernafasan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika.
Rab,Tabran.1996.Ilmu Penyakit Paru.Jakarta:Hipokrates.
Muttaqin, Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: Salemba Medika.
Crocket,Antony,1997. Penanganan Asma Dalam Keperawatan Primer. Jakrta:Hipokrates.
Doengoes, Marilyn.dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Tambayong,Jan.2000.Patofisiologi untuk Keperawatan.Jakarta:EGC.

0 komentar: